Muara Bulian,
Sedikitnya 11 orang warga SAD meninggal dunia di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kematian itu diduga akibat kekurangan pangan dan air bersih (air yang ada sudah tercemar pupuk. Ditambah lagi, di sekitar lingkungan SAD tidak terdapat fasilitas kesehatan, sehingga tidak ada pertolongan pertama saat mereka sakit.
Ya memang benar Ribuan Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Kabupaten Sarolangun-Batanghari sedang mengalami krisis pangan. krisis pangan dialami Orang Rimba karena hutan sebagai tempat sumber makanan mereka banyak yang sudah di babat melalui land clearing dan ditanami sawit serta karet oleh perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari pemerintah, hutan yang menjadi daerah jelajah mereka untuk mencari makan sudah kurang, Hutan-hutan sudah banyak yang menjadi tran dan perkebunan, kemudian Tradisi kehidupan SAD dari dulu hingga sekarang, yang tak pernah hilang yakni kebiasaan mereka “melangun” (Bepindah), dari satu tempat ke tempat lain, bahkan untuk kembali ke tempat asal mereka butuh waktu berbulan-bulan.
Kata Manager Program Pemberdayaan Masyarakat KKI WARSI, Robert Aritonang, dihadapan Kapolda Jambi Bambang Sudarisman, Danrem 042 Gapu/Jambi Heriyanto, Staf Ahli Gubernur Asnawi, AB, Bupati Batang Hari Sinwan, SH, Dandim 0415 Batang Hari Fredi Sianturi dan Kapolres Batang Hari Heri Widagdo serta warga SAD, di TNBD Desa Olak Besar Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari, Kamis,12 Maret 2015.
Sebagai informasi, Orang Rimba di Bukit Dua Belas itu berjumlah 3.850 jiwa lebih, mereka hidup berkelompok, ada yang di bagian selatan bukit, bagian timur, di sepanjang jalan lintas dan di kawasan sungai-sungai, Setiap kelompok dipimpin satu Temenggung, dan yang berkumpul Saat ini berjumlah 244 jiwa,
Selanjutnya Robert Aritonang menjelaskan, Sesuai adat yang dianut, Pada budaya melangun, mereka berpindah-pindah sampai tujuh kali sebelum kembali ke tempat asal. Nah saat “melangun” inilah mereka tidak mendapat pasokan makanan yang banyak, ladang cadangan mereka untuk ubi-ubian juga tidak ada,Kondisi ini tentu menyulitkan mereka, akibat kurangnya asupan makanan, kondisi fisik saat melangun terus melemah, akibatnya banyak dari mereka meninggal seperti yang terjadi baru-baru ini, Sejak Januari hingga Februari sudah 11 Orang Rimba meninggal secara beruntun, delapan di antaranya balita, penyebabnya adalah kekurangan makanan.
Dari 11 SAD yang meninggal tersebut, kebetulan selama ini bermukim di kawasan hutan Air Hitam yang juga masuk kawasan TNBD di Kabupaten Sarolangun, mereka kesini menjalani adat dengan “melangun” hingga memasuki kawasan yang kita lihat saat ini.
Di samping kurangnya asupan makanan, Orang Rimba juga tidak mendapat pelayanan imunisasi secara rutin, mengingat lkasinya sangat jauh dari pemukiman penduduk, jauh dari sarana kesehatan, akibatnya jika fisik mereka yang sedang lemah karena kurang makanan, penyakit apapun tentu menjadi ancaman jiwa mereka. "Dengan kejadian meninggalnya Orang Rimba di kelompok Sungai Terap, maka semua Orang Rimba yang ada kita periksa. Kemarin kita bawah dokter kesini, tapi dokter mengatakan bahwa di kalangan mereka tidak ditemukan wabah penyakit. Dan dokter menyimpulkan meninggal 11 Orang Rimba termasuk Balita karena kondisi fisiknya yang terus lemah.
Kematian beruntun di kelompok Orang Rimba di Bukit Dua Belas tentu menjadi catatan penting semua pihak agar tidak terjadi di kelompok Orang Rimba lain. Meski harus diakui semua Orang Rimba di TNBD sedang mengalami krisis pangan. Untuk itu diharapkan situasi ini menggugah semua pihak untuk ikut membantu Orang Rimba agar asupan makanan mereka cukup, serta dapat memberikan bantuan obat-obatan.
Bupati Batang Hari Sinwan, SH menjelaskan, Pemkab Batanghari senantiasa memantau perkembangan warga SAD yang ada diwilayah Bumi Serentak Bak Regam, dengan selalu berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat beserta tokoh masyarakat yang wilayahnya ada SAD, sehingga bila terjadi sesuatu, pihak Pemkab Batanghari langsung memberikan bantuan, kita sangat memperhatikan warga SAD, kita punya paramedis seperti bidan desa yang membantu warga SAD, Termasuk kades yang sering berkomunikasi dengan mereka. Bahkan tidak sedikit Puskesmas yang setia melayani kesehatan Warga SAD.
Pada kesempatan tersebut, Pemkab Batanghari Polda Jambi menurunkan tim medis dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jambi dan Korem 042/Gapu Jambi juga menurunkan tim medis mereka yang berasal dari Dokter Rumah Sakit Bratanata langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada para warga SAD yang menderita sakit, guna melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap kesehatan warga SAD.
Bantuan yang diberikan ketiga unsur tersebut antara lain, dari Polda Jambi ada beras 5 ton, gula, kopi, rokok, bubur kacang ijo. Bantuan dari Korem 042/Gapu berupa beras sebanyak 2,5 ton, serta pakaian layak pakai. Ada juga bantuan CSR dari Pelindo II berupa membantu sembako. Pemkab Batanghari sendiri memberikan bantuan kain sebanyak 10 kodi dan pengobatan masal.
Dilokasi Kapolda dan Danrem sempat berdialog dengan SAD, yang intinya kedua petinggi pada dua instansi di Provinsi Jambi tersebut mengharapkan agar warga SAD dapat hidup menetap dan dapat berkebun untuk menyambung hidup serta dapat membaur dengan masyarakat lainnya. Hilangkan budaya melangun tapi pikirkan masa depan anak cucu SAD dimasa mendatang, sehingga tidak terjadi lagi warga SAD yang mati karena kelaparan atau kekurangan makanan, Bantuan yang diberikan saat ini hanya bersifat sementara sebagai tanda kepedulian dari Polda Jambi, Danrem 042/Gapu dan Pemerintah daerah. Pemerintah juga menawarkan sekolah dan pelayanan kesehatan bila warga SAD berkemauan untuk itu.
Bahkan untuk memotivasi warga SAD, Kapolda dan Danrem 042/Gapu berjanji untuk mengangkat dua orang warga SAD untuk menjadi anggota TNI dan Anggota Polri bila ada yang memenuhi syarat.
Menanggapi permintaan dari Danrem dan Kapolda, salah seorang warga SAD (Temenggung Menti) menegaskan, kami berterimo kasih atas bantuan yang diberikan saat ini, kami wargo SAD tidak mau menerimo bantuan rumah, kami harus melangun dan tidak mau menyekolahkan anak kami di sekolah umum, itu melanggar adat leluhur kami, kami tidak mau kualat dengan leluhur. “Tapi kalau diberi lahan kebun, kami mau bekebun untuk menyambung hidup keluargo kami, dan kamipun bila ada yang meninggal atau yang sakit, karena sudah diberi kebun maka kami akan bagi tugas ada yang jaga kebun dan ada yang menunggu yang sakit, dan kami mau anak kami pintar, tapi tidak sekolah di sekolah umum tapi belajar di hutan ini seperti yang dilakukan Warsi selama ini “.
Suku Anak Dalam kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih karena hutan tempat mereka tinggal semakin menyempit. Untuk bertahan hidup, Orang Rimba pun semakin sering mendatangi pinggiran desa dan ladang milik warga. “Padahal, kawasan seperti itu bukan tempat yang cocok untuk berburu dan meramu.
Berdasarkan data yang ada, dalam beberapa bulan terakhir, Orang Rimba sudah pindah-pindah ke tujuh lokasi baru. Awalnya, mereka berada di kawasan Terap dan Serenggam. Karena ada kematian anggota kelompoknya, mereka lalu pindah (melangun) ke wilayah Desa Olak Besar, lalu ke Desa Baru, dan Desa Jernih.
Kemudian, mereka pindah ke pinggiran Sungai Selentik dan Sungai Telentam, di Desa Lubuk Jering, lalu ke Simpang Picco Pauh. Terakhir, mereka tinggal di Sungai Kemang Desa Olak Besar. Tradisi melangun merupakan kebiasaan Orang Rimba setelah berduka karena ditinggal mati anggota kelompok mereka.
Ketika kematian terjadi beruntun seperti akhir-akhir ini, suku anak dalam pun ketakutan dan panik. Nah, ketika melangun ke sana ke mari itu, persediaan makanan mereka semakin berkurang. “Daya tahan tubuh mereka pun menurun, hingga semakin banyak yang sakit.
Masalah lainnya, gara-gara luas hutan yang terus berkurang, SAD pun paceklik obat-obatan. Tumbuhan yang biasa mereka jadikan bahan untuk meramu obat tradisional semakin langka, sehingga mereka memerlukan bantuan makanan dan obat-obatan.
Selanjutnya Kematian belasan jiwa SAD yang mendiami TNBD telah menarik perhatian publik, tidak hanya lokal tapi juga nasional. Pasalnya, kematian belasan "orang rimba" itu karena mereka mengalami kelaparan disebabkan berbulan-bulan krisis pangan.
Yomi menjelaskan kematian "orang rimba" secara beruntun itu diduga mereka kesulitan mendapatkan pangan yang layak dan air bersih. Kematian beruntun itu menyerang tiga kelompok orang rimba dibagian timur TNBD, Kabupaten Sarolangun-Batanghari atau kelompok yang dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal dan Tumenggung Nyenong.
Dari 150 jiwa di tiga kelompok itu, kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari 2014 dengan enam kasus kematian, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
"Hutan semakin sempit sehingga orang rimba tidak lagi “melangun” (berpindah-pindah) ke dalam hutan namun ke pinggir-pinggir desa dan ladang masyarakat, tentu saja di kawasan ini akan sedikit bahan pangan yang biasa di dapatkan orang rimba dari berburu dan meramu hasil hutan.
Dalam beberapa bulan terakhir, orang rimba setidaknya sudah berpindah ke tujuh lokasi baru yang sebagian besar merupakan daerah pinggir desa dan juga perkebunan masyarakat. "Ketika “melangun” pasokan makanan kurang, dan menyebabkan daya tahan tubuh mereka berkurang sehingga banyak yang sakit," katanya.
Sebagian ada yang mencoba berobat ke rumah sakit terdekat, seperti di Sarolangun, namun orang rimba tidak mau dirawat, akhirnya banyak yang meninggal dunia dan kemudian melangun. "Melangun" merupakan tabu kematian pada orang rimba, yaitu berpindah tempat hidup akibat kesedihan setelah ditinggalkan anggota kelompoknya. Karena kematiannya beruntun, menyebabkan mereka ketakutan dan panik.
Tengganai "orang rimba" kelompok Terap, Mangku Balas, juga mengatakan bahwa banyaknya orang rimba yang jatuh sakit disebabkan kurang makanan.
"Kami kekurangan pemakon (makanan), kalau “melangun” seperti ini kami tidak bisa berburu, tempatnya juga susah, makanya banyak yang sakit, kami takut," ujar Mangku Balas. Namun demikian, pemerintah terus berupaya melakukan langkah-langkah penyelamatan "orang rimba" melalui pemberian bantuan pangan dan pengobatan sampai perawatan di rumah sakit terhadap mereka.
Saat ini SAD membutuhkan peran serta semua pihak untuk membantu "orang rimba" keluar dari masalah. "Untuk saat ini yang dibutuhkan bantuan langsung berupa beras dan sembako serta juga posko kesehatan yang dekat dengan lokasi mereka “melangun”.